Selasa, 31 Maret 2009

Teori Piaget dan Kurikulum Sekolah

TEORI PIAGET SEBAGAI KRITIK TERHADAP KURIKULUM SEKOLAH

BAB I

PENDAHULUAN

Setiap individu mengalami pertumbuhan dan perkembangan dalam kehidupannya. Pertumbuhan adalah perubahan kuantitatif pada bagian materiil individu sebagai akibat adanya pengaruh lingkungan. Perubahan itu dapat berupa pembesaran, atau pertambahan dari yang tidak ada menjadi ada, dari yang kecil menjadi besar, dari yang sedikit menjadi banyak, dari yang sempit menjadi luas, dan sebagainya.[1] Sedangkan perkembangan adalah perubahan kualitatif dari fungsi-fungsi.[2] Fungsi-fungsi dalam kepribadian individu itu dibagi dalam dua macam yaitu aspek jasmaniah dan aspek kejiwaan.[3] Jadi berbicara mengenai psikologi perkembangan adalah berbicara mengenai perubahan fungsi-fungsi psikologis atau kejiwaan.

Sebelum Piaget, teori perkembangan kognitif dibagi dalam dua teori besar yaitu teori kematangan organisme dan pengaruh lingkungan.[4] Teori pengaruh lingkungan dikembangkan John Locke, seorang filsuf yang mengatakan pada dasarnya seorang anak ketika lahir seperti kertas kosong yang kemudian berkembang menjadi dewasa karena pengaruh lingkungan. Sedangkan filsuf yang mengembangkan teori kematangan organisme salah satunya adalah J., J., Rousseau yang berteori bahwa setiap anak ketika lahir sudah membawa bakat-bakat mental dan moral.

Gagasan dasar Psikologi Perkembangan Kognitif adalah pendapat yang mengatakan bahwa tingkah laku seseorang itu tidak hanya dikontrol oleh reward dan “reinforcement[5], tetapi senantiasa didasarkan pada kognisi, yaitu tindakan mengenal atau memikirkan situasi dimana tingkah laku terjadi. Dalam proses ini, seseorang memperoleh insight untuk memecahkan masalah.[6] Konsep mengenai insight ini menjadi unsur yang terpenting dalam Psikologi Gestalt.[7] Semenjak dicetuskannya teori Gestalt ini psikologi perkembangan kognitif berkembang.


BAB II

DASAR TEORI PERKEMBANGAN KOGNITIF PIAGET.

A. Aspek-aspek yang mempengaruhi perkembangan kognitif.

Teori perkembangan Piaget disebut Developmental Cognitive. Teori ini berbeda dengan teori kognitif gestalt. Piaget melihat ada system yang mengatur dari dalam, dari sudut biologis pada sistem kognisi, yang kemudian berkembang karena dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan. Jadi tampak bahwa Piaget memadukan dua teori, yaitu teori kematangan organisme dengan teori pengaruh lingkungan. Piaget mengatakan bahwa perkembangan kognisi adalah dorongan dari faktor biologis yang berkolaborasi dengan lingkungan. Perkembangan itu menurutnya melewati tahap-tahap yang menetap, meskipun secara ukuran usia, setiap tahap itu tidaklah sama persis. Fauzi mengatakan tentang teori piaget demikian:

“Piaget percaya bahwa pemikiran anak-anak berkembang menurut tahap-tahap atau priode-periode yang terus bertambah kompleks. Menurut teori tahapan Piaget, setiap individu akan melewati serangkaian perubahan kualitatif yang bersifat invariant, selalu tetap, tidak melompat atau mundur. Perubahan kualitatif ini terjadi karena tekanan biologis untuk menyesuaikan diri dengan lingkunagn serta adanya pengorganisasian struktur berfikir.”[8]

Selanjutnya menurut Piaget ada empat aspek yang mempengaruhi perkembangan kognitif individu manusia, Singgih Gunarsa menjelaskan ke empat aspek itu adalah:

  1. Kematangan. Kematangan ini merupakan pengembangan dari susunan syaraf. Misalnya kemampuan melihat atau mendengar disebabkan oleh kematangan yang sudah dicapai oleh susunan syaraf yang bersangkutan.
  2. Pengalaman, yaitu hubungan timbale balik antara organisme dengan lingkungannya, dan dunianya.
  3. Transmisi social,yaitu pengaruh-pengaruh yang diperoleh dalam hubungannya dengan lingkungan social, misalnya cara pengasuhan dan pendidikan dari orang lain yang diberikan kepada anak.
  4. Ekuilibrasi, yaitu adanya kemampuan yang mengatur dalam diri anak, agar ia selalu mampu mempertahankan keseimbangan dan penyesuaian diri dengan lngkungannya.[9]

B. Konsep Dasar Teori J. Piaget

Konsep dasar perlembangan kognitif piaget adalah skema dan adaptasi. Kedua istilah ini dipergunakan untuk menjelaskan adanya perkembangan pola-pola tingkah laku dalam individu. Dengan adanya kedua komponen ini artinya bahwa kognisi merupakan sistem yang selalu diorganisir dan diadaptasi. Kognisi yang telah diorganisir dan diadaptasi itu selanjutnya memungkinkan atau mempengaruhi individu beradaptasi pula dengan lingkungannya yang lain.

Skema atau struktur kognitif adalah suatu proses atau cara mengorganisir dan memberi reaksi atas berbagai pengalaman. Skema adalah suatu pola sistematis dari tindakan, sifat, pikiran, dan strategi dalam pemecahan masalah yang menjadi suatu kerangka pemikiran dalam menghadapi berbagai tantangan dan berbagai jenis situasi. Skema ini adalah bakat bawaan yang diperoleh sejak dari lahir.

Sedangkan Adaptasi atau struktur fungsional adalah sebuah istilah yang digunakan oleh Piaget untuk menunjukan pola hubungan individu dengan lingkungannya. Adaptasi merupakan fungsi dari kognisi yang bersangkut paut dengan tujuan dan perjuangan hidupnya. Adaptasi dibagi dalam dua proses yang saling mengisi, yaitu asimilasi dan akomodasi.

Asimilasi adalah integrasi antara elemen-elemen dari luar terhadap struktur yang sudah lengkap pada organisme.[10] Dengan skema-skema yang dimilikinya individu akan mencoba mengartikan elemen-elemen yang dari luar agar individu tersebut memperoleh pengetahuan. Misalnya sebuah boneka diletakkan di depan seorang bayi, maka dengan skema-skema yang dimilikinya, ia mencoba memahami dan mengadakan hubungan dengan objek yang di depannya itu dengan melihat, meraih, memegang, menggoyang-goyangkan, dan lain-lain. Bayi mengasimilasikan boneka tersebut dalam sistem kognisinya. Contoh lainnya adalah jika anak-anak ditunjukkan beberapa buah lingkaran bundar satu demi satu, dan diminta menyebutkannya, ia akan menyebutkan bahwa itu adalah lingkaran bundar. Lalu ketikakemudian ditunjukkan lingkaran yang berbentuk elips, ia masih menyebutkan lingkaran itu bundar. Disinilah proses asimilasi terjadi, yaitu ketika objek lingkaran itu masuk ke dalam system kognisinya diubah dan disesuaikan dengan apa yang sudah ada dalam dirinya.

Akomodasi adalah perubahan struktur kognisi yang sudah ada dalam diri seseorang supaya sesuai dengan rangsangan-rangsangan dari objek. Jika asimilasi objek yang berubah dalam sistem kognisi individu, maka dalam akomodasi subjek atau individu yang berubah karena menyesuaikan diri dengan rangsangan-rangsangan dari objek. Contohnya jika kemudian si anak diberitahu bahwa lingkaran itu bukan bundar melainkan elips, dan ditunjukkan perbedaannya, maka ia kemudian mengubah struktur kognisinya dan mengetahui bentuk lingkaran elips yang sebenarnya.

Pada dasarnya asimilasi dan akomodasi terjadi secara bersama-sama dan saling mengisi, setiap kali seorang anak sedang menyesuaikan diri dengan lingkungan. Piaget mengatakan bahwa individu yang akan mengadakan adaptasi harus mencapai ekuilibrium yaitu keseimbangan antara aktivitas individu terhadap lingkungan dan lingkungan terhadap individu.


BAB III

TAHAP-TAHAP PERKEMBANGAN KOGNITIF PIAGET

Piaget membagi perekmbangan kognitif manusia dalam empat bagian utama, yaitu:

1. Tahap Sensori-Motor (0-2 tahun)

Masa ini dipandang sebagai inteligensi praktis (practical intelligence), yang berfaedah untuk belajar berbuat terhadap lingkungannya sebelum mampu berfikir mengenai apa yang sedang ia perbuat. Kemampuan individu pada tahap ini masih bersifat primitif, namun merupakan kemampuan dasar yang amat berarti untuk menjadi landasan tipe-tipe inteligensi tertentu yang akan dimiliki anak kelak. Rentang tahap sensori-motor ini dapat dibagi-bagi lagi dalam sub-sub tahap antara lain:

  1. Modifkasi dari refleks-refleks (0-1 bulan)

Bayi sejak lahir sudah memiliki refleks misalnya mengenyot puting susu, kemudian mencengkeram sesuatu yang menyentuh tangannya. Pada mulanya gerakan-gerakan ini sangat sederhana, dan berkembang setahap demi setahap.

  1. Reaksi pengulangan pertama (1-4 bulan).

Pada masa ini, kalau bayi menggerak-gerakkan tubuhnya, dan secara tidak sengaja memperoleh kenikmatan, atau sesuatu yang menarik, maka ia akan berusaha mengulangi lagi gerakan ini.

  1. Reaksi pengulangan kedua (4-10 bulan).

Tahap ini merupakan kelanjutan dari reaksi pengulangan pertama ketika bayi-bayi menemukan objek-objek di luar dirinya yang menarik perhatiannya, dan ia ingin mengulangnya.

  1. Koordinasi reaksi-reaksi sekunder (10-12 bulan).

Tahap ini, anak mulai bisa mengkoordinasikan dua skema yang terpisah untuk memperoleh sesuatu.

  1. Reaksi pengulangan ketiga (12-18 bulan).
  2. Permulaan berpikir (18-24 bulan).

Dalam tahap sensori motor ini, sebelum usia 18 bulan, anak belum mengenal object permanence. Artinya, benda apapun yang tidak ia lihat, tidak ia sentuh, atau tidak ia dengar dianggap tidak ada meskipun sesungguhnya benda itu ada. Dalam rentang 18 - 24 bulan barulah kemampuan object permanence anak tersebut muncul secara bertahap dan sistematis,[11] karena pada tahap ini anak mulai berpikir secara internal.

2. Tahap Pra Operasional (2–7 tahun)

Pada tahap ini anak sudah memiliki penguasaan sempurna tentang objek permanen. Artinya, anak tersebut sudah memiliki kesadaran akan tetap eksisnya suatu benda yang ada, walaupun benda tersebut sudah ia tinggalkan atau sudah tak dilihat, didengar atau disentuh lagi. Jadi, pandangan terhadap eksistensi benda tersebut tidak bergantung lagi pada pengamatannya belaka. Pada periode ini juga ditandai oleh adanya sikap yang egosentris. Pada tahap ini anak juga mengembangkan diferred-imitation, insight learning dan kemampuan berbahasa dengan menggunakan kata-kata yang benar, bahkan juga mampu mengekspresikan kalimat-kalimat pendek.

Anak pada tahap ini juga sudah mampu mempergunakan simbol-simbol. Fungsi simbolik adalah kemampuan untuk mewakilkan sesuatu yang tidak ada, tidak terlihat, dengan sesuatu yang lain meskipun sangat sederhana. Misalnya mainan mobil-mobilan, pedang-pedangan, boneka, dan lain-lain.

3. Tahap konkret-operasional (7-11)

Pada periode ditandai oleh adanya tambahan kemampuan yang disebut system of operation (satuan langkah berfikir) yang bermanfaat untuk mengkoordinasikan pemikiran dan idenya dengan peristiwa tertentu ke dalam pemikirannya sendiri. Pada dasarnya perkembangan kognitif anak ditinjau dari karakteristiknya sudah sama dengan kemampuan kognitif orang dewasa. Namun masih ada keterbatasan kapasitas dalam mengkoordinasikan pemikirannya. Pada periode ini anak baru mampu berfikir sistematis mengenai benda-benda dan peristiwa-peristiwa yang konkret.

4. Tahap formal-operasional (11-dewasa)

Pada periode ini seorang remaja telah memiliki kemampuan mengkoordinasikan baik secara simultan maupun berurutan dua ragam kemampuan kognitif yaitu : Kapasitas menggunakan hipotesis; kemampuan berfikir mengenai sesuatu khususnya dalam hal pemecahan masalah dengan menggunakan anggapan dasar yang relevan dengan lingkungan yang dia respons dan kapasitas menggunakan prinsip-prinsip abstrak.

BAB IV

PENGARUH TEORI PIAGET DENGAN PENDIDIKAN

Teori Piaget ini mempengaruhi dunia pendidikan. Berdasarkan penemuan ini, maka, pendidikan mesti disesuaikan dengan tahap-tahap perkembangan individu. Kurikulum, strategi pembelajaran, evaluasi, dan media pembelajaran, mestinya disesuaikan dengan tahap-tahap perkembangan kognitif anak. Sehingga pendidikan dapat berjalan efektif, menyenangkan, dan tidak merugikan secara perkembangan psikologi anak.

Curriculum--Educators must plan a developmentally appropriate curriculum that enhances their students' logical and conceptual growth.

Instruction--Teachers must emphasize the critical role that experiences--or interactions with the surrounding environment--play in student learning. For example, instructors have to take into account the role that fundamental concepts, such as the permanence of objects, play in establishing cognitive structures.” [12]

Kurikulum , strategi pendidikan, metode pembelajaran, media yang digunakan, dan jenis-jenis evaluasi yang disesuaikan dengan tahap-tahap perkembangan peserta didik akan memberikan dampak pendidikan yang tuntas.

Berdasarkan teori piaget ini, guru kini bukan lagi dianggap sebagai satu-satunya sumber ilmu. Guru hanyalah motivator, fasilitator, dan manipulator pendidikan, sedangkan subjek dan objek pendidikan adalah siswa iotu sendiri.

PENUTUP

Berdasarkan teori yang dikembangkan oleh Piaget ini nampak jelas bahwa pendidikan di Idonesia masih jauh tertinggal. Pendidikan di Indonesia sering menyisakan trauma psikologis bagi siswanya. Belajar bukan lagi sebagai sesuatu yang menyenangkan tetapi seperti penjara bagi siswa-siswa. Terbukti banyak siswa yagn bolos dari kelas. Banyak anak menjadi minder karena guru, terluka hatinya karena guru, masih ingat dengan siswa yang bunuh diri karena tidak naik kelas beberapa waktu yang lalu?

Sayang banyak juga orang tua yang tidak memahami hal ini. Orang tua seakan-akan berlomba-lomba mencari sekolah yang memberikan pelajaran yang berat, pengetahuan yang banyak, sehingga membanggakan mereka. Tetapi sebenarnya membawa dampak kerugian secara psikologis bagi siswa.

Kita dapat temukan dimana-mana orang-orang tua berlomba-lomba memberikan les berbagai macam pelajaran kepada anak-anaknya sejak dini. Pada hal tahap perkembangan mereka adalah tahap perkembangan sensoris yang butuh banyak bermain, bergerak, bergembira. Ini berarti anak-anak melewati tahap-tahap perkembangannya. Atau pada masa konkret operasional, mereka memiliki keterbatasan berfikir yang sistematis, tetapi dijejali dengan teori-teori yang abstrak. Pelajaran bahasa asing, padahal pada usia ini anak sedang banyak mempelahari kosakata-kosakata, dan kebermaknaan kata. Penjejalan bahasa asing akan menyebabkan ketidakmampuan mereka dalam mensistematisasikan penggunaan bahasa itu secara tepat. Diwaktu mendatang perlakuan ini akan menuai badai gejolak psikologis yang besar dimasa dewasa, karena ada satu tahap perkembangan yang terlewatkan. Kemungkinan pada usia tertentu anak-anak yang diforsir belajar ini akan mengalami gangguan kejiwaan.

Demikian juga pemaksaan anak-anak SD bahkan di bawahnya untuk mempelajari bahasa asing akan menganggu kemampuan mereka mengekspresikan diri dalam bahasa dan kebermaknaan. Sebab pada masa itu mereka sedang menyerap makna berdasarkan bahasa “ibu.” Berbagai macam bahasa atau kosakata yang bermacam-macam dan pola kalimat yang bermacam-macam akan menyebabkan mereka kesulitan mencerna kebermaknaan dari bahasa tersebut, dan menimbulkan kebingungan indentitas bahasa.

Oleh karena itu segenap jajaran yang bergerak di bidang Pendidikan mesti kembali memikirkan ulang kurikulum dan strategi pembelajarannya. Jangan karena permintaan market (ambisi orang tua), dan demi persaingan bisnis sekolah, masa depan anak-anak didik yang dirugikan. Kerugian itu juga akan berpengaruh pada nasib bangsa Indonesia.


[1] M.Dalyono, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2005) hlm., 61-62.

[2] ibid., hlm., 78.

[3] Ibid., hlm 79

[4] Singgih D. Gunarsa, Dasar dan Teori Perkembangabn Anak, (Jakarta, BPK Gunung Mulia, 2003), hlm., 136.

[5] Istilah reward dan reinforcemen ini merupakan gagasan dasar dari teori behavioristik yang sangat berhubungan dengan stimulus dan response.

[6] Insight adalah pemahaman mendadak atau seketika yang muncul akibat pengamatan terhadap hubungan-hubungan antar bagian di dalam suatu situasi permasalahan. Dalyono, op cit., hlm., 35.

[7] Psikologi Kognitif mulai berkembang setelah munculnya teori Psikologi Gestalt.

[8] Luthfi Seli Fauzi, Perkembangan Kognitif dalam Perspektif Piaget, www.luthfis.wordpress.com, 2008.

[9] Gunarsa, op cit., hlm 141.

[10] Singgih, op cit., hlm., 142

[11] Ahmad Sudrajat, Perkembangan Kognitif, www.ahmadsudrajat.wordpress.com.

[12] _______www.funderstanding.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar