Selasa, 21 Desember 2010

Pendidikan Demokrasi Di Sekolah

Indonesia adalah Negara demokrasi. Hal ini terlihat dari keberhasilan Indonesia dalam menyelenggarakan pemilu yang demokratis. Artinya pemimpin Negara adalah benar pilihan rakyat. Namun demokrasi bukan hanya berhenti hanya pada pemilihan pemimpin. Karena sesungguhnya kekuasaan tertinggi ditangan rakyat. Demokrasi adalah dari rakyat, untuk rakyat, dan oleh rakyat. Dalam demokrasi, suara terbanyak dan musyawarah untuk mufakat merupakan mekanisme pengambilan keputusan.
Jika kekuasaan tertinggi di tangan rakyat, maka perlu sebuah sistem yang menopang agar demokrasi terus terjaga. Demokrasi tidak bisa berdiri sendiri tanpa adanya pilar-pilar penyangga demokrasi. Jika tidak maka demokrasi menjadi anarki, dan pemaksaan kehendak mayoritas terhadap minoritas, yang berarti demokrasi menjadi mati.
Agar demokrasi tetap hidup dan terjaga, membutuhkan pilar-pilar demokrasi antara lain:
1.      Adanya supremasi hukum dan Kepastian hukum. Demokrasi tanpa nomokrasi bisa menjadi aturan semau gue, bahkan akan mematikan demokrasi itu sendiri. Supremasi hukum yang dimaksud adalah hukum yang adil, dimana tidak ada satu orangpun manusia yang kebal hukum. Setiap orang dihadapan hukum adalah sama. Dan tidak ada hukum yang hanya berlaku hanya untuk orang atau golongan tertentu saja. Ini yang tidak ada di Indonesia. ada sekelompok orang yang sepertinya kebal hukum. Ada sekelompok sekte keagamaan yang menebarkan teror, melakukan tindakan yang melawan hukum, berupa kekerasan, provokasi, tetapi dibiarkan saja. Ada pembiaran yang sistematis oleh aparat pemerintah terhadap rusaknya kerukunan umat beragama, yang sesungguhnya hal itu mengindikasikan bahwa sesungguhnya pemerintah terlibat atau setuju terhadap ulah sekelompok sekte. Kita bisa berpraduga jangan-jangan pemerintah berkuasa sekarang merupakan aktor intelektual dibalik kerusuhan keagamaan yang ada sekarang.
2.      Kebebasan menyampaikan pendapat dan keyakinannya. Dalam rangka kebebasan menyampaikan pendapat ini dibutuhkan kedewasaan baik dalam berpendapat maupun dalam menerima perbedaan pendapat. Tanpa adanya kedewasaan dalam kebebasan berpendapat, demokrasi tidak akan berjalan dengan baik. Perbedaan pendapat adalah keniscayaan, demikian juga perbedaan keyakinan. Bahkan dalam rumpun agama yang sama pun terdapat pluralitas penghayatan. Keyakinan yang sifatnya pribadi tidak dapat dibelenggu oleh doktrin, aturan, bahkan undang-undang.
3.      Adanya kekuasaan mayoritas dan perlindungan hak-hak minoritas. Memang pada titik akhir demokrasi adalah suara terbanyak. Tetapi bukan suara terbanyak yang menindas minoritas. Hak-hak minoritas harus dilindungi, sehingga ada kesetaraan hak baik antara mayoritas dan minoritas. Prinsip ini selaras dengan hak-hak warga Negara secara pribadi adalah sama.
4.      Pengakuan kesetaraan hak dan perlakukan yang sama terhadap warga Negara. Artinya tidak ada baik suku, agama, golongan, atau kelas sosial tertentu yang mendapatkan hak istimewa lebih dari pada yang lain, atau sebaliknya, ada yang medapat perlakuan yang tidak adil. Jika ada undang-undang yang mengatur khusus agama tertentu misalnya halal-haram
5.      Adanya toleransi berkeyakinan. Artinya setiap orang hendaknya memiliki toleransi dalam berkeyakinan. Memberi kebebasan dan ruang setiap individu dalam menyakini sesuatu dan mengekspresikan keyakinannya.
6.      Menghargai pluralitas, dan tidak memaksakan kehendak terhadap orang atau kelompok lain.
7.      Adanya pengakuan tentang hak asasi manusia. hak-hak individu seharusnya dijamin oleh hukum agar tidak ada seorang pun warga Negara yang terpinggirkan. Pengakuan ada enam agama yang sah oleh sesungguhnya campur tangan pemerintah terlalu berlebihan terhadap keyakinan. Apakah pemerintah berhak menentukan hubungan manusia dengan Tuhan?
Dewasa ini, nilai-nilai demokrasi semakin luntur dengan terlihat ada sekelompok orang yang ingin memaksakan kehendaknya terhadap kelompok yang lain. Toleransi semakin menipis. Atau disisi lain kebebasan yang kebablasan, sehingga berujung kepada anarkhisme. Ini menunjukkan bahwa Negeri kita ini belum sepenuhnya berhasil membangun sistem demokrasi yang baik. Penguasa tidak mendengarkan rakyat, dan sekelompok rakyat memaksakan kehendaknya kepada penguasa, dan kelompok lain dengan kekerasan.
Belum berhasilnya pembangunan demokrasi di Indonesia disebabkan pula oleh kultur primordialis feodalistik yang sudah mendarah daging dalam corak berpikir masyarakat Indonesia, bahkan menjadi suatu tata nilai masyarakat Indonesia. sehingga rakyat Indonesia gampang sekali digiring oleh orang-orang yang dianggap tokoh, pemimpin agama, dll untuk bertindak anarkis, dan mengaminkan segala apa yang dikatakan sang tokoh tanpa berpikir kritis.Untuk mengubah budaya ini tidak mudah, oleh sebab itu perlu dibangun secara bertahap dan sistematis. Pembangunan demokrasi itu perlu diupayakan sejak dini, maka, sejak kanak-kanak hingga dewasa rakyat Indonesia perlu dididik tentang demokrasi.  Wadah yang tepat untuk merekulturasi dari alam primordialis feodalistik ke alam demokrasi adalah lewat jalur pendidikan. Oleh karena itu untuk membangun demokrasi yang sehat, demokrasi perlu diajarkan disekolah-sekolah, dan bukan hanya sekedar masuk dalam kurikulum, atau sebatas pengetahuan apa itu demokrasi, melainkan diintegrasikan dalam terciptanya budaya demokrasi disekolah.
Demokrasi tidak cukup hanya digembar-gemborkan bahwa kita Negara demokrasi. Tetapi demokrasi perlu dibangun. Pihak yang paling bertanggungjawab untuk hal ini adalah pemerintah. Pemerintah dapat menggunakan sekolah untuk membangun atau mencerdaskan demokrasi yang sehat di Indonesia. ini berarti sejak dini anak-anak Indonesia belajar demokrasi. Tujuh hingga 8 jam setiap hari anak-anak berada disekolah. Oleh karena itu peran sekolah sangat penting dalam menanamkan prinsip-prinsip demokrasi.
Nampaknya terciptanya iklim demokrasi yang sehat adalah pilihan terbaik untuk menjaga keutuhan bangsa yang tidak bisa dipungkiri bersifat majemuk. Kesatuan bangsa ditengah-tengah kemajemukan ini agar bisa terjaga, sepertinya tidak ada cara terbaik dan lebih relevan bagi bangsa Indonesia saat ini selain menegakkan demokrasi yang sehat. Sekolah yang disebut sebagai agen peendidikan yang berarti juga agen perubahan adalah tempat yang tepat untuk menanamkan nilai-nilai demokrasi. Oleh karena itu sekolah-sekolah perlu dilibatkan agar tercipta demokrasi yang sehat di Indonesia.

Kontra Aktivasi Otak Tengah


Pikirkan sebelum Mengambil Keputusan untuk mengikut sertakan anak
Anda ke Pelatihan Aktifasi otak tengah.
Banyak orang yang seakan terbuai dengan propaganda janji menjadi anak yang jenius yang di tawarkan oleh pelatihan aktifasi otak tengah. janji itu terbukti ketika anak-anak yang telah diaktifasi otak tengahnya mampu melihat tanpa mata, bahkan melihat menembus dinding. Dan bisa mampu membaca pikiran orang. Bisa meramalkan kejadian yang akan terjadi sebelumnya.
Para orang tua yang berminat mengikut sertakan anaknya untuk aktivasi otak tengah berpikirlah lebih dahulu dengan apa yang terjadi dengan anak Anda jika memang memiliki kemampuan seperti itu.
1.       Bayangkan apa jadinya moral anak Anda jika ia bisa melihat Anda suami istri sedang melakukan hubungan suami istri sekalipun Anda sudah mengunci pintu kamar Anda rapat-rapat.
2.       Bayangkan apa jadinya pikiran anak Anda jika bertemu dengan se-seorang yang pikirannya sudah rusak, kotor, penuh dengan fantasi seksual yang bejat, dan bayangan fantasi seksual yang bejat itu juga dibaca oleh anak Anda.
3.       Bayangkan apa jadinya jika ia berbuat salah dan sudah mengetahui dahulu apa yang akan anda lakukan terhadapnya. Bukankah strategi pendidikan anda semua akan sia-sia?
Maka ndak heran jika pernah dilaporkan bahwa ada anak yang mengikuti aktivasi otak tengah menjadi memiliki fantasi cabul, padahal masih kanak-kanak.

Tritunggal dalam Alkitab

http://banyumas4christ.blogspot.com/2008/12/tri-tunggal.html