Jumat, 10 Juli 2009

Alkitab menandaskan bahwa tanggung jawab pendidikan itu berpusat pada keluarga. Tanggung jawab itu bukan hanya sekedar bertanggung jawab membiayai sekolah setinggi-tingginya, tetapi juga melaksanakan pendidikan sebaik-baiknya bagi putra dan putrinya. Seperti halnya era industri yang mengalienasi anak dari orang tua, demikian juga sekolah yang juga bagian atau kepanjangan tangan dari industri memiliki peran mempercepat hal ini. Waktu kebersamaan keluarga semakin kurang. Anak-anak sejak kecil dijejali dengan berbagai ilmu-ilmu yang tidak ada kaitannya dengan kehidupan dan masa depannya yang menghabiskan waktunya untuk mengembangkan kepribadian dan ketrampilannya sesuai dengan minat dan bakatnya, demi memenuhi ambisi orang tua, dan atas pesanan industri demi tersedianya tenaga kerja.

Berapa jam sehari waktu digunakan anak untuk sekolah dan keluar dari lingkup keluarga. Setelah industri memisahkan anak dari pelukan ibu sejak dini, sekolah pun melanjutkan hal yang sama, mencabut hak anak untuk mengembangkan kepribadian, kebersamaan, keceriaan, dan indahnya hidup. Sejak usia dini anak diajar berkompetisi, bukannya bersinergi.

Orang tua kini menyerahkan tanggung jawab pendidikan 90% bahkan lebih dipundak sekolah. Sekolah yang juga merupakan bagian dari industri, tidak mempermasalahkan hal ini, asalkan orang tua menukar jasa pendidikan dengan sejumlah uang. Kemanusiaan menjadi diperas sebagai intelektualitas, dan kesuksesan materi. Orang tua menjadi asing dengan anak, anka juga demikian. Orang tua merasa sudah memberikan segalanya utuk anak, tetapi anak tidak bia mengerti dan berterimakasih, sedagnkan dipihak anak, ia merasa sudah banyak menuruti kehendak dan ambisi orang tua, sampai sampai rela mengorbankan kesenangannya, masa-masa bermainnya, tetapi orang tua tidak merasa puas dan terus menuntut lebih lagi kepada anak. Hari demi hari jurang permusuhan antara anak dengan orang tua semakin lebar, kesalahpahaman semakin besar, karena orang tua tidak dapat mengerti anak, dan anak tidak dapat mengerti orang tua. Karena masing-masing dengan penjara kesibukannya. Sianak dipenjara kertas dan PR, orang tua dipenjara pabrik dan produksi.

Pendidikan gereja pun memegang peranan dalam mengalienasi anak dengan orang tua. Pendidikan anak sama sekali tidak melibatkan orang tua. Cukup guru sekolah minggu yang cerita, mengajar, orang tua hanya mengantar anak. Tanggung jawab orang tua dipindahkan kepundak sekolah minggu. Orang tua senang, karena beban mendidiknya berkurang, guru-guru sekolah minggu juga senang, karena pikirnya ia sedang melayani yang terbaik bagi anak dan menyenangkan Tuhan. Masih ada lagi lembaga-lembaga pembinaan anak-anak yang dengan rela hati dan tulus ikhlas membina anak-anak, tetapi tetap saja mencabut kebersamaan anak dengan orang tua. Memisahkan sama sekali pendidikan anak dari campur tangan orang tua. Orang tua hanya sebagai sopir yang menghantar anak-anak dalam acara pembinaan, tetapi tidak melibatkan orang tua dalam pembinaan.

Lebih bijak jika gereja maupun lembaga pembinaan-pembinaan anak menolong orang tua untuk dapat mengajar kebenaran firman Tuhan kepada anak, bukan malah mengambil alih tanggung jawab orang tua. Panduan materi diberikan, anak-anak diberikan pengajaran dari orang tuanya sendiri sesuai dengan panduan yang disediakan, dengan dipantau oleh Pembina yangkemudian bersama dengan para orang tua mendiskusikan kendala-kendala yang dijumpai. Dengan demikian gereja maupun lembaga-lembaga pelayanan anak tidak menjauhkan orang tua dari anak.